Filsafat Ketuhanan Dalam Islam | Makalah
recudo.com - Hay guys.. Gimana nih kabar kalian? Semoga baik-baik saja yah? Disini admin akan memberikan artikel Agama tentang makalah "Filsafat Ketuhan Dalam Islam".Makalah |
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur tidak lupa kita panjatkan kehadirat Allah Subhahu Wa Ta’ala yang berkat anugerah dari-Nya kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Adab Bertamu Menurut Islam” ini. Sholawat serta selama kita haturkan kepada junjungan agung Nabi Besar Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah memberikan pedoman kepada kita jalan yang sebenar-benarnya jalan berupa ajaran agama islam yang begitu sempurna dan menjadi rahmat bagi alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena mampu menyelesaikan makalah ini tepat waktu sebagai pemenuh tugas Pendidikan Agama islam yang bertemakan “Konsep ketuhanan Dalam Islam”. Selain itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang membantu kami untuk merampungkan makalah ini sampai selesai.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makalah ini merupakan pemenuhan tugas Pendidikan Agama Islam yang memang harus terpenuhi sebagai nilai tambahan yang sudah ditentukan oleh pengajar disamping itu juga makalah ini sangat bermanfaat bagi pembaca karena pada makalah ini sedikit/banyaknya terdapat ilmu yang dapat diambil sebagai pengetahuan atau wawasan.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang diberikan kesempurnaan dibandingkan makhluk lain, maka dari itu ada beberapa manusia yang memang menggunakan akalnya untuk mengkaji hal-hal yang belum ada sebagai rasa keingintauan seperti halnya pada makalah ini juga akan mengkaji yaitu diantaranya tentang filsafat Ketuhanan dalam Islam, keimanan dan ketakwaan, yang berisi dari berbagai sumber, agar makalah ini ada nilai banding dengan makalah lain.
B. Rumusan Masalah
Beberapa pokok yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain adalah sebagai berikut:
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
A. FILSAFAT KETUHANAN DALAM ISLAM
1. Filsafat Ketuhanan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah Swt, kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim yang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.
Ketaatan merupakan karunia yang sangat besar bagi muslim dan sebagian orang yang menyebut kecerdasan spiritual yang ditindak lanjuti dengan kecerdasan sosial. Inti ketaatan tidak dinilai menurut Allah Swt, bila tidak ada nilai pada aspek sosial.
Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).
Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.
2. SIAPAKAH TUHAN ITU?
Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.Menurut Al-Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas.Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul di mana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun.Al-Quran menjelaskan, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-'An'am 6:103).
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi.Namun, hal ini tidak diterima secara universal oleh kalangan kedua agama tersebut.
3. SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN
Dalam hal ini, Sejarah pemikiran manusia tentang tuhan terbagi atas 2, yaitu menurut pemikiran barat dan menurut pemikiran Islam.
Menurut Pemikiran Barat atau manusia primitiv. Proses perkembangan pemikiran manusia tentang tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut :
Paham ini mengaku adanya kekuatan (maging power) yang berpengaruh dalam kehidupan manusia, kekuatan ini terbentuk dalam kepercayaan hayati yang ditunjukkan pada benda-benda (dianggap keramat).
Paham ini mempercayai adanya peranan roh dalam kehidupan manusia, roh dianggap selalu aktif walaupun sudah mati. Paham ini membagi roh atas dua yaitu roh baik dan roh jahat (nakal).
Paham ini mempercayai dan menganggap banyak dewa sebagai Tuhan sehingga dewa tersebut dipuja dan disembah oleh manusia.
Dari banyak dewa, selanjutnya manusia menyeleksi satu dewa yang dianggap mempunyai kekuatan lebih yang kemudian mereka anggap sebagai Tuhan.
Paham ini menyertakan satu Tuhan untuk seluruh rakyat.
Menurut Pemikiran Umat Islam. Islam mengawali pengenalan tentang Tuhan bersumber pada tauhid, dalam Islam terdapat beberapa aliran yang bersifat liberal, tradisional dan ada pula yang bersifat diantara keduanya, corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran tentang ilmu ketuhanan (ilmu tauhid) yang masing-masing berlainan pandangan tentang Tuhan, diantara aliran tersebut yaitu (Nasution 1985 : 51-52) :
Kaum rasionalisme yang menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam, paham ini menghasilkan kemajuan dibidang ilmu pengetahuan.
Paham ini berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan dalam kehendak dan berusaha.
Paham ini berteori bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan untuk berkehendak dan berbuat, Tuhan ikut di dalamnya bila manusia berbuat.
Paham ini berteori bahwa manusia memiliki kebebasan dalam kehendak dan usaha, namun Tuhan jugalah yang menentukan.
4. TUHAN MENURUT AGAMA AGAMA WAHYU
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar.Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir.
Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim musytaq.
Tuhan yang Haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-Qur’an diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat Al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah Esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan surat Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi Al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemaha Esaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep Tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut Al-Qur’an adalah Esa yang sebenar-benarnya Esa, yang tidak berasal dari bagian-bagian dan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari Al-Qur’an memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
5. PEMBUKTIAN ADANYA ALLAH SWT
Sebenarnya masalah tentang keberadaan Allah SWT sudahlah nyata, bahkan suatu hakikat yang tidak perlu diragukan lagi persoalannya. Tidak ada jalan untuk mengingkarinya. Persoalan tentang keberadaan Allah SWT adalah terang benderang bagaikan cahaya fajar diwaktu pagi yang cerah.
Semua yang ada dilingkungan alam semesta ini pun dapat digunakan sebagai bukti tentang adanya Tuhan (Allah SWT), bahkan benda-benda yang terdapat disekitar alam semesta dan unsur-unsurnya dapat pula mengokohkan atau membuktikan bahwa benda-benda itu pasti ada pencipta dan pengaturnya.
Periksalah alam cakrawala yang ada diatas kita, yang didalamnya itu terdapat matahari, bulan, bintang, dan sebagainya. Demikian pula alam yang berbentuk bumi ini dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya baik yang berupa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda padat, juga perihal adanya hubungan yang erat dengan perimbangan yang pelik yang merapikan susunan diantara alam-alam yang beraneka ragam itu serta yang menguatkan keadaannya masing-masing itu, semuanya tidak lain kecuali merupakan tanda dan bukti perihal wujudnya Allah. Selain menunjukkan adanya Dzat itu juga membuktikan keesaanNya dan hanya Dia sajalah yang Maha Kuasa untuk menciptakannya.
Kiranya tidak terlukis sama sekali dalam akal fikiran siapapun bahwa benda-benda tersebut terjadi tanpa ada yang mengadakan atau menjadikan, sebagaimana juga halnya tidak mungkin terlukiskan bahwa sesuatu buatan itu tidak ada yang membuatnya. Oleh sebab itu, manakala sudah tetap bahwa penciptaan alam semesta ini memang karena adanya kesengajaan, maka tetap pula lah perihal adanya Tuhan (Allah) sebagai Dzat Maha Pengatur yang bijaksana, Maha Mulia dan Tinggi yakni dari jalan yang sama-sama dapat dirasakan.
Dengan demikian tidak ada jalan lain untuk membantah atau mengingkarinya dan ini tepat sekali dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT:
“Apakah dalam Dzat Allah masih ada keragu-raguan, yaitu Tuhan Maha Pencipta langit dan bumi?” (S. Ibrahim:10).
Allah Ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yg Agung:
“Sesungguhnya Rabb kalian semua adalah Allah yg telah menciptakan langit & bumi dalam masa enam hari, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy. Dia menutupkan malam pd siang yg mengikutinya dgn cepat, & diciptakannya pula matahari, bulan & bintang-bintang (masing-masing) tunduk pd perintah-Nya, Ingatlah menciptakan & memerintah itu hanyalah hak Allah, Maha suci Allah Rabb semesta alam .” (Al Qur’an Surat: Al A`raaf:;54)
Alam semesta atau jagad raya dengan segala sesuatu yang ada didalamnya yang nampak sangat teratur kokoh, indah, sempurna, rapi dan seluruhnya sebagai ciptaan baru, bukannya itu saja yang dapat digunakan sebagai saksi tentang adanya Tuhan (Allah) yang maha mendirikan langit dan bumi ini, tetapi masih ada saksi lain lagi yang dapat digunakan untuk itu dan bahkan dapat lebih meresapkan. Saksi yang lainnya itu adalah berupa perasaan-perasaan yang tertanam dalam jiwa setiap insan yang merasakan akan adanya Allah SWT. Perasaan ini adalah sebagai pembawaan sejak manusia itu dilahirkan dan oleh sebab itu dapat disebut sebagai perasaan fitrah. Fitrah adalah keaselian yang diatasnya itulah Allah menciptakan makhluk manusia itu. Ini dapat pula diibaratkan dengan kata lain sebagai gharizah diniah atau pembawaan keagamaan.
Ghazirah dianiah adalah satu-satunya hal yang merupakan batas pemisah antara makhluk Tuhan yang disebut manusia dan yang disebut binatang, sebeb binatang pasti tidak memikirkannya. Ghazirah keagamaan ini adakalanya tertutup atau hilang, sebagian atau seluruhnya, dengan adanya sebab yang mendatang, sehingga manusia yang sedang dihinggapi penyakit ini lalu tidak mengerti sama sekali tentang kewajiban dirinya terhadap Tuhan. Ia tidak terjaga dari kenyenyakan tidurnya dan tidak dapat dibangunkan dari kelalaiannya itu, kecuali apabila ada penggerak yang menyebabkan ia jaga dan bangun. Setelah kebangunannya ini barulah ia akan meneliti penyakit apa yang sedang dideritanya itu atau bahaya apa yang sedang meliputi tubuhnya dan mengancam keselamatannya.
Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirnan :
“Dan jikalau manusia itu ditimpa bahaya, maka ia pun berdoalah kepada Kami (Allah) diwaktu berbaring, diwaktu duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya, iapun berjalanlah seolah-olah tidak pernah berdoa kepada Kami atas bahaya yang telah menghinggapinya itu”. (S. Yunus.12).
Setiap manusia tentu pernah berdoa kepada Tuhannya, kemudian dikabulkanlah apa yang menjadi permintaannya. Pernah pula memanggilNya dan iapun dijawab apa yang diinginkan serta dikehendakinya. Ia pernah pula memintaNya dan apa yang diminta itupun diberikan. Tidak sedikit orang yang sakit dan memohon kesembuhan kepadaNya disamping berusaha dengan berobat yang dilakukan dan kemudian ia berhasil sembuh.
Pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupannya di dunia ini sebenarnya sudah membimbing dirinya sendiri untuk dapat sampai kepada penemuan akan Allah SWT secara kesadaran dan bukan karena adanya paksaan, sebab pengalaman-pengalaman itu memang dapat membuka segala macam hakikat yang ia sendiri pasti tidak merasakan dengan panca inderanya.
“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiya: 76)
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Robbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu.” (Al Anfaal: 9)
Anas bin Malik Ra berkata, “Pernah ada seorang badui datang pada hari Jum’at. Pada waktu itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata’ “Hai Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengatasi kesulitan kami.” Rasulullah lalu mengangkat kedua tanganya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada Jum’at yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata, “Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah.” Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa: “Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami.” Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa hujan).” (HR. Al Bukhari)
Diantara bukti-buktinya yang dapat kita saksikan tentang wujudnya Allah ialah bahwa para nabi dan rasul yang terpilih dari sekian banyak hamba-hambaNya, mereka itu semua adalah manusia yang amat pilihan sekali,seluruhnya itu sejak zaman nabiullah Adam a.s sampai ke zaman Rasulullah SAW mempunyai satu garis penyiaran yang benar-benar sama dan sejalan, yaitu memberitahukan dengan pasti kepada seluruh umat manusia bahwa alam semesta ini ada Tuhan (Allah) yang Maha Bijaksana. Oleh segenap nabi dan rasul itu hanya satu itulah pokok penyiaran yang disampaikannya yang merupakan hal yang penting sekali.
Allah SWT memberikan pengokohan kepada para nabi dan rasulNya itu untuk mengalahkan segenap musuh dan lawannya, kemudian menjadikan kalimat Tuhan sebagai mercusuar yang tertinggi dan kekufuran dibenamkan sampai kebawah sekali.
Sabda Nabi dan Rasul adalah benar dalam ucapannya terhadap Allah SWT, berikhlas hati untukNya, penganjur untuk mengajak menuju jalanNya yang benar, membela keagungan agamaNya dan memperoleh pengokohan yang berupa kemukjizatan dari padaNya.
“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.: Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (Asy Syu’araa: 63)
Selanjutnya mukjizat Nabi Isa as. ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah. Allah swt berfirman:
“…dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah.” (Ali Imran: 49)
Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengakui adanya Allah, dan dengan akal pikiran bisa membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan dalil naqli (al-Quran dan Sunnah) untuk membimbing manusia untuk mengenal Tuhan yang sebenarnya (Allah) dengan segala asma dan sifatNya. Sebab fithrah dan akal tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya itu (Allah).
Allah SWT adalah Al-awwal artinya tidak ada permulaan bagi wujudNya. Dia juga Al-Akhir akhirnya tidak ada akhir dari wujudNya.
“Dialah yng awal dan yang akhir, yang zhahir dan yang bathin, dan Dia Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Hadid 57:3).
Tidak ada satu pun yang menyerupaiNya.
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (As-Syura 42:11).
Allah SWT Maha Esa
“Katakanlah : ‘Dialah Allah, Yang Maha Esa…” (Al-Ikhlas 112:1).
Allah SWT memiliki Al-Asma’ was Shiffaat (nama-nama dan sifat-sifat) yang disebutkanNya untuk diriNya di dalam Al-Quran serta semua nama dan sifat yang dituturkan untukNya oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya, seperti Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim, Al’Aliim, Al-Aziz, As-Sami, Al-Bashiir dan lain-lain.
Firman Allah :
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka perbuat.” (Al-A’raf 7:18).
Bukti-bukti adanya Tuhan diantaranya lagi adalah bahwa umat yang beriman kepada Tuhan (Allah) dengan keimanan yang sebenar-benarnya, mereka itulah ummat yang tertinggi dari yang lainnya perihal ilmu pengetahuan dan lebih banyak pula peradaban dan tata kesopanannya.Selain itu juga pasti lebih suci jiwanya, lebih bersih hatinya, lebih banyak pengorbanannya dan lebih suka mengalahkan diri sendiri dan paling banyak memberikan kemanfaatan kepada sesama manusia.
Kaum mukmin sengaja diberi oleh Allah SWT suatu pertolongan yang berupa kekuatan yang dapat digunakan untuk membetulkan peri kemanusiaannya, agar dengan demikian dapatlah dicapai setinggi-tinggi kesempurnaan hidup yang dapat diperoleh manusia sebagai makhluk Allah. Jadi, adanya perubahan dalam jiwa kaum mukmin, sifat-sifat, akhlak atau budi pekerti serta kecondongan-kecondongan itu adalah merupakan bukti yang seterang-terangnya tentang adanya kekuatan rohaniah yang amat rahasia dan tersembunyi yang bekerja secara diam-diam dibalik tubuh yang kasar ini. Kesan-kesan demikian ini nampak jelas dalam apa yang ditempuh oleh kaum mukmin dalam perjalanan hidupnya dan dengan ikatan-ikatan yang penuh rahasia itu pula akan dicapainya kedudukan yang setinggi-tingginya.
WUJUD ALLAH SWT :
Wujud Allah SWT adalah nyata benar, dan tetap ada di dalam jiwa serta merupakan penarik keajaiban-keajaiban, keindahan segala yang dibuatNya dan keagungan tanda-tandaNya.
Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’. Tentu mereka akan menjawab : ‘Allah’”. (S. Luqman:25)
DZAT ALLAH HANYA DAPAT DISIFATKAN DAN TIDAK DAPAT DILIHAT
Qur’an ketika memperkenalkan Allah SWT kepada manusia sebagai penciptanya, selalu memperhunakan bukti-bukti dan bekas-bekas (kejadian-kejadian) yang menunjukkan sifat-sifat Tuhan, kesempurnaan, keindahan dan kemurnianNya serta suci dari menyerupai makhlukNya. Disamping itu, Qur’an menutup pintu penyelidikan manusia untuk meninjau lebih jauh dan memikirkan dengan mendalam sekitar hakikat Allah dan DzatNya.
Firman Allah :
“Itulah Allah, Tuhan kamu, tidak ada Tuhan selain dari padaNya, Pencipta segala sesuatu. Sebab itu, sembahlah Dia, dan Dia pengurus segalanya. Penglihatan tidak sampai melihatNya, tetapi Dia mengetahui segala penglihatan. Dia Lemah Lembut dan Maha Tahu.” (Qur’an 6: 102-103).
Diceritakan dalam Qur’an, pada suatu ketika Nabi Musa memohon kepada Tuhan supaya dapat melihatNya, dengan arti Tuhan memperlihatkan diriNya dengan nyata kepada Musa. Tuhan menjawab, bahwa Musa tidak akan dapat melihatNya."
Firman Allah :
“Setelah Musa sampai kepada waktu yang ditentukan itu, dan Tuhan telah berfirman kepadanya, lalu dia mengatakan : Wahai Tuhanku. Perlihatkanlah diri engkau kepadaku supaya dapat kulihat. Tuhan menjawab : engkau tidak akan dapat melihat Aku. Memandanglah kepada bukit itu, kalau dia tetap ditempatnya, nanti engkau dapat melihat Aku. Tetapi setelah Tuhan memperlihatkan kebesaran diriNya kepada bukit itu, ia jadi runtuh dan Musa jatuh pingsan. Setelah Musa sadar akan dirinya, dia mengatakan : Maha Suci Engkau. Aku kembali (tobat) kepada Engkau, dan akulah orang yang mula-mula beriman. “Tuhan mengatakan : Hai Musa. Sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari orang lain, untuk menyampaikan risalahKu (perutusanKu) dan perkataanKu. Sebab itu, ambillah apa yang Ku berikan kepada engkau, dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang tahu berterima kasih.” (Qur’an 7 : 143 : 144).
Dari keterangan diatas ternyata kelemahan manusia untuk mengetahui hakikat Allah yang Maha Suci itu. Hal itu merupakan ‘aqidah iman kepada Allah. Dengan sendirinya, kelemahan manusia itu sendiri menjadi bukti yang nyata tentang ketinggian sifat Ketuhanan, sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam lingkungan obyek pemikiran akal manusia yang sangat terbatas kekuatannya. Pemikiran itu tidak mempunyai kemampuan untuk menembus alam gaib (meta physic) dibalik alam benda ini. Alam gaib itu tidak dapat disamakan dengan alam benda yang nyata ini. Jalan untuk mengetahui Tuhan dan mempercayai, bahwa Dia Ada dan Esa adalah dengan memperhatikan bekas-bekas (perbuatan) Tuhan dan juga dengan memperhatikan kesadaran batin yang ada dalam jiwa, sebagaimana yang telah disebutkan dalam keterangan lain.
B. KEIMANAN DAN KETAQWAAN
1. Pengertian Iman
Iman menurut bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
2. Wujud Iman
Akidah islam dalam al-quraan disebut iman .bukan hanya berarti percaya,melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat .oleh karna itu lapangan iman sangat luas ,bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seseorang muslim yang disebut amal saleh.
Seseorang dinyatakn iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu,melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan.karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan,melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama islam.ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya .apabila ia berakidah islam,maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah sebagai seorang muslim atau amal saleh.apabila tidak berakidah,maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa,kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.
Akidah islam iman mengikat seorang muslim,sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari islam.oleh karena itu menjadi seorang muslim berati meyakinin dan melaksanakan segala aturan hukum yang dating
dari islam.oleh karena itu menjadi seorang muslim berate meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran islam .seluruh hidupnya didasarkan dengan ajaran islam.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah menyelesaikan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Kata iman berasal dari bahasa Arab, yaitu amina-yukminu-imanan, yang secara ethimologi berarti yakin atau percaya. Sedangkan takwa berasal dari bahasa Arab, yaitu waqa-yuwaqi-wiqayah, secara ethimologi artinya hati-hati, waspada, mawasdiri, memelihara, dan melindungi. Pengertian Takwa secara terminologi dijelaskan dalam Al-hadits, yang artinya menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
2. Saran
Sebagai seorang pemula, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk memperbaiki atau memperdalam kajian ini.
|
Terima kasih telah mengunjungi artikel ini, apabila ada kritik dan saran kalian boleh komentar dibawah artikel ini, dan tetap nantikan artikel menarik dari recudo ini.
16
EmoticonEmoticon